Halaman

    Social Items

Visit Namina Blog
Selama dua puluh tahun terakhir ini, penerimaan yang baik terhadap proses ekspor budaya yang dilakukan oleh Jepang ke seluruh dunia—yang banyak dikenal sebagai proyek “COOL JAPAN” ini—telah menggiring banyak akademisi untuk melaksanakan penelitian lebih mendalam ihwal proyek tersebut; terutama di sini saya berbicara mengenai penelitian ilmiah terhadap animasi Jepang.



Di Jepang, anime yakni istilah umum yang dipakai untuk menyebut semua jenis animasi yang ada, tak peduli dari mana asal negara daerah animasi tersebut diproduksi. Namun, di luar Jepang, istilah ini secara spesifik hanya dipakai untuk menyebut animasi Jepang. Pada tahun 1970-an dan 1980-an, animasi dan kartun dari Jepang lebih dikenal dengan istilah Japanimation di Amerika. Namun, menginjak tahun 1990-an, istilah tersebut berganti dengan istilah anime dan hal itu tetap bertahan hingga sekarang.

Meskipun sudah banyak penelitian yang bertemakan anime, kebanyakan akademisi yang telah melaksanakan penelitian, termasuk juga para generasi muda (baca: mahasiswa-mahasiswi maniak Jepang) di Indonesia, masih terlalu memfokuskan sudut pandangnya pada konteks budaya, sosial, dan politik soft power yang dibawanya. Tidak begitu banyak ditemukan literatur-literatur akademik secara bebas yang mencoba mengupas segi ekonomi dan bisnis yang tak kalah menariknya untuk dibahas bagi sebagian dari penggemar sub-kultur Jepang yang satu ini.

Oleh alasannya yakni itulah, mulai dari dikala ini saya akan mencoba untuk mengumpulkan semua penelitian ilmiah yang dapat saya temukan, yang berfokus pada konteks ekonomi dan bisnis dari industri animasi Jepang ini—tidak tertutup kemungkinan juga industri manga dan light novel—untuk kemudian akan saya rangkum dan bagikan hasil-hasil penting dari penelitian ilmiah tersebut kepada para pihak yang berkepentingan terhadap ilmu dan temuan semacam ini.

Sebagai pembukaan dari tujuan personal saya ini, saya berencana untuk menulis sebuah artikel berseri untuk membahas ihwal sebuah artikel ilmiah yang ditulis oleh Dr. Nissim Kadosh Otmazgin, seorang dosen senior dari Departemen Studi Asia Timur, Universitas Ibrani Yerusalem. Artikel ini sendiri telah dimuat dalam jurnal ilmiah Kanada berjudul Pacific Affairs Volume 87, No. 1 pada bulan Maret 2014 yang lalu.

Dr. Nissim Kadosh Otmazgin

Beliau mendeskripsikan bahwa perjuangan pemasaran anime untuk melaksanakan penetrasi pasar di Amerika Serikat—salah satu negara dengan pasar media terbesar di dunia—tidak terlepas dari tugas krusial (1) para fans maniaknya sebagai para ‘agen budaya’, (2) dampak globalisasi yang semakin mengaburkan batas antar negara, (3) domestikasi konten anime untuk menyesuaikan selera pasar, dan (4) alasannya yakni anime itu sendiri merupakan salah satu bab dari soft power yang dimiliki pemerintah Jepang itu sendiri.

Otmazgin melaksanakan penelitian ini dengan beberapa metode. Yang pertama yakni wawancara pribadi dengan orang-orang kunci di dalam industri anime Jepang maupun Amerika itu sendiri. Di samping itu juga dengan penelitian lapangan berbentuk survei pasar. Fokus dari artikel yang ditulisnya yakni pada aspek organisasional dari pasar anime di Amerika Serikat semenjak pertengahan 1990-an hingga tahun 2010-an, dengan lebih spesifik lagi yaitu tugas para pebisnis yang secara aktif berperan penting dalam menjembatani kekakuan organisasional dan keperbedaan budaya terkait tantangan yang harus dihadapi anime di pasar internasional.

Penasaran dengan kelanjutan isinya? Nantikan kelanjutan pembahasan dari artikel berjudul Anime in the US: The Entrepreneurial Dimensions of Globalized Culture hanya di Japanimation Indonesia ini.
(bersambung)

[Jurnal Ilmiah] Anime In The Us: The Entrepreneurial Dimensions Of Globalized Culture - Abstraksi


Lahir di Kamakura pada tahun 1930, Akiyuki Nosaka tidak begitu mempunyai masa kanak-kanak yang bahagia. Ibunya meninggal sesudah melahirkan dirinya dua bulan kemudian. Ayah angkatnya tewas alasannya serangan udara di Kobe pada masa penutupan Perang Dunia II. Nosaka yang beranjak remaja juga harus kehilangan abang perempuannya alasannya suatu penyakit dan adik perempuannya juga meninggal akhir kelaparan sesudah mengungsi dari rumah mereka.

Nosaka kemudian berniat untuk menyalurkan rasa sakit dari pengalaman-pengalaman ini ke dalam novel semi-autobiografi nya yang berjudul "Grave of the Fireflies". Novel ini dirilis dikala Nosaka berumur 37 tahun dan mendapat penghargaan Naoki Prize untuk kategori karya sastra pada tahun 1967. Meskipun novelnya sendiri mempunyai daya eksposur dan promosi yang terbatas untuk hingga ke luar negeri, novel tersebut disesuaikan ke dalam bentuk animasi berformat movie pada 1988 yang meraih apresiasi di dunia internasional alasannya alur ceritanya yang sangat kuat. Studio Ghibli yang menciptakan animasinya, dan juga dikepalai oleh salah satu ikon industri animasi Jepang berjulukan Isao Takahata.


Nosaka menderita stroke pada tahun 2003, dan sejak itu selalu mendapat perawatan intensif dari sang istri di rumah mereka di Tokyo. Pagi hari tanggal 9 December 2015 dua hari yang lalu, sekitar pukul 10:30 waktu setempat, sang istri mendapati bahwa suaminya sudah tidak bernafas lagi. Sang novelis yang berusia 85 tahun segera dilarikan ke rumah sakit, dimana ia dipastikan telah meninggal dunia oleh para staf medis di sana.

Selain bersama dengan sang istri, Nosaka hidup bersama dengan dua putrinya yang merupakan eks member Takarazuka, sebuah grup panggung sandiwara dimana semua anggotanya yaitu wanita dan mereka sangat populer di Jepang. Berpulangnya salah satu penulis yang paling dihormati di Jepang ini meninggalkan kesedihan yang amat dalam, baik bagi para fans novelnya maupun animasinya. Dan kepergiannya yang sangat tiba-tiba, menyerupai yang digambarkan oleh karya terbaik Nosaka sendiri, yaitu sebuah peringatan yang khusyuk bagi kita ihwal betapa berharganya sebuah kehidupan.

sumber: http://en.rocketnews24.com/2015/12/10/akiyuki-nosaka-celebrated-author-of-grave-of-the-fireflies-passes-away/

Akiyuki Nosaka, Novelist Grave Of Fireflies, Tutup Usia

Banyak penulis naskah anime maupun light novelis yang terkenal justru memulai awal karirnya dari dunia game dewasa. Bagaimanakah pengalaman mereka bisa mempunyai kegunaan pada media yang berbeda-beda, dan apa diam-diam kesuksesan mereka?


Mungkin banyak dari antara kita yang menyukai sub-kultur Jepang, terutama dalam hal anime, game, dan manga, yang tidak menduga bahwa banyak penulis serial TV anime yang terkenal di Jepang mengawali karirnya sebagai penulis kisah eroge (kependekan dari erotic game; permainan dengan konten remaja di dalamnya).

Penulis anime psycho-horror yang moe Gakkougurashi! (School Live!), Norimitsu Kaiho, dan penulis dari manga maupun anime Charlotte, Jun Maeda. Keduanya menulis eroge sebelum berpindah haluan ke jalur anime dan manga yang mainstream. Fenomena ini terjadi di industri light novel juga. Beberapa penulis yang LN-nya termasuk best-seller yaitu mantan penulis kisah eroge . Bahkan, naik drastisnya kepopuleran light novel di Jepang ketika ini yaitu berkat mereka juga.

Ada beberapa alasan dibalik derasnya arus perpindahan para penulis kisah eroge ke industri anime dan light novel yang mainstream.


Setidaknya ada tiga alasan yang membuat para editor light novel cenderung mau untuk menyewa penulis kisah eroge.

Alasan #1: Pengakuan atas nama besar mereka. Mereka sudah mempunyai masing-masing fans dan pengikut, jadi pastinya akan ada respon kasatmata terhadap debut profesional mereka, yaitu menjadi jantung dari light novel tersebut. Dan nantinya akan simpel untuk meningkatkan keefektifan publikasi karya tersebut di antara para fansnya.

Alasan #2: Mereka bekerja dengan cepat. Para penulis kisah eroge biasanya sudah terbiasa menulis sebuah kisah untuk gamenya yang setara dengan beberapa buku light novel. Makara mereka cenderung menulis lebih cepat daripada kebanyakan light novelis biasa. Novel yang telah rilis dan berserial biasanya mempunyai kegiatan deadline yang ketat, oleh karenanya para penulis yang bisa bekerja dengan cepat akan sangat dihargai tinggi.

Alasan #3: Mereka mempunyai imbas luas di industri itu sendiri. Dan oleh karenanya, akan sangat memudahkan mereka untuk mencari partner ilustrator yang sangat bagus. Para penulis sanggup menghubungi para ilustrator itu secara langsung, dan alasannya nama mereka sudah cukup terkenal, biasanya para ilustrator akan lebih dari sangat bahagia untuk mendapatkan usulan dari mereka.


Para penulis eroge juga mempunyai banyak pengalaman untuk menuliskan kisah yang "mengalir" dengan sempurna. Itu yaitu poin utamanya. Sebuah eroge mempunyai kuantitas isi yang setara dengan 5-10 light novel. Supaya bisa menulis kisah yang sangat panjang, kalian akan butuh keahlian menulis yang khusus yang tidak dimiliki oleh para penulis pada umumnya, yaitu:

1) Sense membangun sebuah dunia dan latar belakang konsep yang bagus.
2) Kemampuan untuk membuat sejumlah huruf dan bisa mengupas latar belakang mereka masing-masing secara mendalam.
3) Apa yang disebut sebagai sense of pacing, dan itu menyerupai sebuah pengetahuan dan perasaan untuk kapan seharusnya memasukkan sebuah adegan drama ke dalam ceritanya.

Pengalaman yang dimiliki para penulis eroge di tiga area ini merupakan kekuatan terbesar mereka. Mereka mempelajari bagaimana para pembaca akan bereaksi terhadap sebuah kisah yang panjang. Atau dengan kata lain, siapa karakter, latar belakang, dan juga plot kisah yang akan sanggup diterima oleh para pembaca dan mana yang tidak.  

Light novel biasanya ditulis dengan pola dimana satu tema akan dipakai untuk sebuah seri (arc). Kemudian di tengah-tengah serial tersebut, elemen-elemen gres mulai ditambahkan. Namun, sangat sulit untuk memilih mana di antara elemen-elemen tersebut yang sanggup menangkap perhatian para pembaca. Di sisi lain, game eroge dibentuk dan disajikan sebagai sebuah kisah yang utuh. Makara sangat simpel untuk memilih apa yang diinginkan oleh para 'pemain'. Dari situlah mereka sanggup memilih apakah mereka akan bertahan dengan genre yang populer, atau ingin mencoba genre yang berbeda.


Eroge juga biasanya dirilis sudah dalam satu kesatuan kisah yang utuh dengan sebuah awal, tengah, dan tamat yang bisa pribadi dinikmati. Berbeda dengan light novel, yang tidak sanggup menyajikan sebuah tamat pada ketika pertama kali dirilis (kita gres bisa tahu risikonya ketika volume terakhir pun rilis). Para penulis eroge pun memulai segala sesuatunya dengan sebuah ending di pikiran mereka, jadi mereka tahu bagaimana caranya membuat sebuah kisah yang ritmenya seimbang. Light novel biasanya ditulis sebagai satu bab dari keseluruhan kisah berseri, sedangkan game ditulis sebagai satu kesatuan kisah yang utuh. Itulah perbedaannya.

Ambillah contoh, satu season untuk sebuah anime mengambil dan mengadaptasi kisah dari 2-3 volume light novel-nya. Namun, sebuah serial novel yang terkenal biasanya mempunyai 10 volume, jadi sangat jarang untuk sebuah kisah bisa diringkas dan berakhir hanya dengan 2-3 volume. Akan tetapi, para penulis yang punya pengalaman di dunia eroge bisa meringkas dan mengakhiri sebuah kisah yang cukup untuk setara 2-3 volume light novel saja, walaupun menggunakan media yang berbeda.



Para penulis harus memenuhi kebutuhan perusahaan penerbit dan juga merek terdaftarnya. Para penulis ini mempunyai pengalaman untuk mendengarkan majemuk opini dari luar dan menggabungkannya dalam sebuah cerita. Di dunia anime Jepang, dimana diskusi terbuka dan akbar merupakan bab dari proses produksinya, mereka menjadi semakin cakap dan lihai dalam menggabungkan opini-opini para anggota timnya dan mereka pun masih tetap bisa mempertahankan gaya menulis mereka yang unik.

[Topic] Mengapa Para Penulis Eroge Bisa Menguasai Pasar Anime Dan Light Novel?

Tokyo International Film Festival (selanjutnya akan disebut sebagai TIFF) telah digelar pada 22 Oktober 2015 kemarin dan berlangsung selama 10 hari. Anime yang dijadikan fokus untuk tahun ini yaitu Gundam. Pencipta anime ini, Yoshiyuki Tomino, juga muncul dalam sesi talk show sebagai bab dari proyek ini dan juga meluangkan waktu untuk mengadakan wawancara campuran kepada media-media internasional.

Profil Yoshiyuki Tomino

Produser, penulis naskah, dan director film-film anime Jepang. Lahir tahun 1941, ia memulai karirnya dengan ikut serta dalam proses produksi film serial anime Jepang yang paling pertama: Astro Boy dan Space Battleship Yamato. Mobile Suit Gundam—yang ia arahkan, tulis naskahnya, produksi, buat storyboard-nya, dan bahkan lirik lagunya pun ia tulis—menjadi fenomena sosial yang menumbuhkembangkan para fans kelas berat yang mengakar kuat. Kemudian, ia melanjutkan karirnya dalam banyak film dan program yang berafiliasi dengan serial Gundam. Tahun 2014, ia menduduki posisi sebagai administrator pembimbing untuk pertama kalinya dalam 15 tahun semenjak berakhirnya Turn A Gundam dan ia membuat Gundam Reconguista in G. Ia jga terlibat di dalam banyak anime selain serial Gundam, antara lain Space Runaway Ideon dan Aura Battler Dunbine.



Realitas Sebagai Kekuatan Motivasi Di Balik Segala Penciptaan
―Serial Gundam yaitu salah satu karya yang menjadi sorotan utama di TIFF tahun ini. Mohon berikan sepatah dua patah kata mengenai daya tarik pembiasaan Gundam ke dalam format movie dibandingkan dengan versi serial TV nya.

Yoshiyuki Tomino (T): Pada dasarnya saya membuat pembiasaan berformat movie agar pesan yang ingin saya sampaikan bisa tersampaikan lebih mudah. Dalam format serial TV, isi ceritanya terlalu terpecah-pecah, sehingga saya ingin menawarkan para fans sebuah kesan pencerahan dongeng dengan meringkas beberapa episode. Kaprikornus mereka akan menyadari, "Oh, jadi maksudnya film ini begitu toh." Saya pikir, walau ini hanya sebuah kompilasi, pembiasaan berformat movie akan membuatnya menjadi lebih gampang dipahami dan juga tersampaikan kepada para pemirsa. Dan inilah kenapa saya menginginkan pembiasaan dalam bentuk movie dibentuk juga pada dikala Mobile Suit Zeta Gundam .
―Dalam serial Gundam terbaru anda, serial TV Gundam Reconguista in G, anda mengadopsi ide wacana space elevator. Dan, menyerupai yang anda bilang pada wawancara sebelumnya, anda juga ingin mencoba mengupas konsep “Newtype.” Dimana semua ide gres dan tantangan ini muncul? Apa yang menjadi sumber desakan kreativitas anda?

T: Saya yaitu orang yang tidak bisa membuat dongeng yang berasa menyerupai anime, manga, atau novel pada umumnya. Oleh karenanya, semua yang riil yaitu motivasi saya.
―Realitas yaitu motivasi anda?

T: Misalnya saja, harapan untuk membuat orang-orang yang kepikiran sebuah ide kurang pintar wacana space elevator mengerti sejauh mana kebodohan mereka dengan membuat mereka berdecak, "Apa itu...?!". Atau memakai perasaan saya terhadap hal-hal faktual seperti, "Apa-apaan dengan sistem politik dan situasi global dikala ini?!" sebagai motivasi dan melancarkan argumen jawaban pada mereka.

―Argumen balasan?

T: Begini, saya tidak yakin kita bisa membuat sesuatu menyerupai space elevator di kenyataan. Saya berpikir, bila kita akan membuatnya di dunia nyata, itu hanya bisa terwujud dalam bentuk yang saya suguhkan pada kita semua di Gundam Reconguista in G. Saya ingin berkata, “Apa kalian tidak berpikir wacana infrastruktur transportasi yang diharapkan untuk membuat space elevator? Tentu saja tidak, alasannya kalian hanya berpikir yang penting bisa naik ke luar angkasa. Itu kan bodoh, namanya!"
 
Serial Gundam sebagai Sebuah karya Seni, Terindikasi dari Banyaknya Jumlah Fans dari Kalangan Perempuan
―Selama 35 tahun anda bekerja di serial Gundam, pergeseran demografi pemirsa tampaknya sedang terjadi. Oleh alasannya perubahan dunia yang cepat dan lingkungan yang penuh dengan internet, orang-orang dari segala penjuru dunia bisa melihat karya anda. Apa ada sesuatu yang Istimewa yang anda ingin mereka bisa lihat di karya-karya anda, atau sesuatu yang anda inginkan mereka untuk merasa?

T: Saya tidak berpikir itu hak kreator menyerupai saya untuk katakan atau harapkan. Ketika membuat Gundam Reconguista in G, saya berinteraksi dengan para fans untuk pertama kalinya sehabis sekian lama. Dan saya menyadari bahwa, tak diragukan lagi, ada yang namanya "fans masa kini," dan orang-orang yang berbeda dari zaman saya tersebut melihat karya-karya saya dari sudut pandang yang berbeda juga. Apa anda tahu bahwa kebanyakan dari fans awal serial Mobile Suit Gundam, the serial yang paling pertama dari sekian banyak serial dalam sejarah, yaitu kaum perempuan?
―Sangat mengejutkan untuk sebuah franchise seperti Gundam, dimana anda niscaya berpikir ini yaitu dongeng untuk para laki-laki.
T: Kita tidak akan pernah tahu jadinya akan menyerupai apa, bukan? Saya menyaksikan fenomena yang menyerupai dengan itu pada zaman ini juga. Saya menyadari bahwa cara saya membuat anime dan film layar lebar bukanlah suatu kesalahan.
―Maksud anda?
T: Film bioskop, serial TV anime—apa yang kita sebut sebagai sebuah seni—bukanlah sesuatu yang hanya orang-orang hebat dan elit saja yang bisa menikmati. Jika anda berpikir menyerupai ini, anda akan menyadari bahwa walaupun anda sudah membuat sesuatu yang akan disukai para fans anime mecha, bukan berarti karya anda akan dianggap sebaga sebuah karya seni.
Oleh karenanya, ketika saya melihat para fans wanita yang terkumpul oleh karya saya (dan saya melihat kecenderungan yang sama pada kali ini juga), saya berpikir, “Tidak salah lagi.” Saya berpikir ini yaitu kesempatan bagi Gundam untuk semakin dikenal lebih populer diseluruh dunia lagi. Jika fokusnya hanya di mecha-nya saja, karya ini hanya akan menggaet fanbase yang sempit dan terbatas kekuatannya untuk menyebarkannya ke seluruh dunia. Dan bila itu yang terjadi, tidak akan ada bedanya lagi meskipun kita sudah susah payah mengadaptasinya menjadi format movie. Sudah biayanya besar, itu pun akan menjadi pemborosan uang. Saya tidak ingin itu terjadi.

―Apa yang membuat anda yakin bahwa banyak fans perempuan?

T: Saya melihat tanda-tandanya ketika sehabis selesai proses produksinya. Ketika semuanya selesai, saya pergi ke sebuah program gathering untuk mereka yang ingin membeli Blu-ray nya. Dan saya terkejut melihat beberapa gadis jadinya masuk ke dalam. Awalnya, hanya mereka yang tahu bahwa “Tomino membuat sebuah serial TV anime tengah malam lagi sehabis 15 tahun lamanya” yang datang. Kaprikornus saya benar-benar merasa bahwa ini akan buang-buang waktu saja. Namun, itu berubah ketika saya menghitung bahwa dari 40 orang, ada sekitar 15-16 gadis berusia dibawah 20 tahun juga datang.
―Cukup banyak juga, yah.

T: Dan para produser serta penulis naskah serial Gundam sehabis saya justru tidak terlalu menyadari fakta semacam ini. Saya tidak habis pikir, betapa bodohnya mereka alasannya mengabaikannya. Seolah-olah mereka tidak mempunyai intuisi yang bagus. Menciptakan sebuah karya seni tidak bisa menyerupai itu.
―Jadi anda ingin berkata bahwa para kreator sebaiknya juga melihat siapa para calon pembelinya, siapa calon pemirsanya, lebih dalam lagi ke dalam pertimbangannya masing-masing?

T: Benar. Anda dihentikan membuat seseorang menjadi seorang kreator yang berpikir menyerupai ini, "Kita bisa membuat sebuah Gundam, jadi semuanya niscaya akan baik-baik saja." Dengan kata lain, di samping harus mempunyai selera untuk menyukai seni bioskop maupun drama teaterikal, bila tidak ada lagi kreator yang bisa mengikuti cara pikir ini, dunia Gundam tidak akan bisa lebih meluas lagi.

Mobile Suit Gundam: Pendukung Sentimen Anti Perang dan Mempertimbangkan Dunia Barat ke Dalamnya
 
―Apa alasan anda di balik menceritakan perang dari dua belah pihak yang berbeda di serial-serial Gundam? Dan juga, apakah anda meminta orang-orang yang punya pengalaman wacana perang untuk proses produksinya?

T: Mereka yang tumbuh besar di kurun 1960-an mempunyai pemahaman yang minim terhadap ingatan yang tersisa di kepala rakyat Jepang wacana perang yang terjadi 20 tahunan yang lalu. Di samping itu, saya bisa melaksanakan riset untuk apa yang disebut sebagai sejarah militer. Itu semua yaitu sumber ide paling fundamental saya.
Pada dikala itu, kebanyakan catatan sejarah ditulis menurut sudut pandang dari satu pihak saja. Namun, ketika anda berpikir wacana bagaimana sebuah peperangan terbentuk dari ratusan dan ribuan orang-orang yang saling berkumpul di masing-masing pihak, dan bila bukan alasannya masing-masing pihak mempunyai konsep 'kebenaran' nya sendiri, hal menyerupai perang mungkin tidak akan pernah terjadi.

Karena kebanyakan cerita-cerita sejarah kita selalu ditulis dari satu sudut pandang saja, saya pikir betapa bagusnya bila bisa ada dongeng yang bisa menampilkan (apa yang terjadi di) kedua belah pihak dari sudut pandang helicopter-view. Dan sehabis itu, kita menuangkannya dalam bentuk serial TV yang panjang, meskipun dalam bungkus anime robot. Saya merasa setting-an perang akan bisa menyuguhkan banyak materi yang menarik untuk ditunjukkan dari kedua belah pihak. Dan di Gundam, saya bertujuan untuk membuat sebuah dongeng yang bisa menangkap hal tersebut baik dari pihak sekutu kita maupun pihak musuh kita.
Apalagi bahwa anime yaitu sesuuatu yang orang awam biasanya tonton semenjak masa kecilnya. Jika anda hanya mengajarkan sebuah prinsip dan posisi kebenaran dari satu pihak saja, anda tak pelak akan mensugesti pola pikir mereka juga hingga dewasa. Ini yang menjadi kekhawatiran saya, dan itulah alasannya kenapa saya berhati-hati melihat situasi tersebut—perang—dari sudut pandang yang netral, di kawasan yang lebih tinggi.
―Apakah ada sentimen anti perang yang dibawa di dalam generasi pertama serial Mobile Suit Gundam, dimana anda menjadi director utamanya?

T: Tentu saja. Itu yaitu fakta.
―Anda melukiskan dua kepribadian yang berbeda dalam diri Char dan Amuro. Ketika membuat mereka berdua, apakah anda membuat mereka berdua bersamaan semenjak awal, atau justru satu per satu?

T: Jika anda hanya punya satu abjad untuk menjalankan sebuah drama, maka tidak ada konflik drama yang akan terjadi. Kaprikornus saya membuat mereka berdua bersamaan.

―Jika kita membandingkan Char dan Amuro, siapa yang lebih penting dalam serial ini? Atau anda menganggap mereka yaitu abjad yang mempunyai tugas penting yang sama tingkatannya?

T: Nah, itu pertanyaan yang sulit. Dalam proses pengarahan produksi dan memilih dramanya, Char lebih menarik. Namun, alasannya saya menempatkan Amuro sebagai protagonis di ceritanya, saya harus membuat banyak situasi yang sanggup menumbuhkannya sebagai abjad yang bisa kulawankan dengan Char. Dalam kasus Amuro, menemukan keseimbangannya (dengan Char) yaitu sangat sulit alasannya saya terlanjur membuatnya sebagai orang yang terlalu biasa.
 
Menghormati Para Pendahulu dan Meninggalkan Warisan Pada Anak-Anak Masa Depan
―Di Mobile Suit Gundam, ada berbagai adegan tamparan yang bahkan melahirkan sebuah quote terkenal "Bahkan ayahku pun tak pernah memukulku!" Apakah anda menganggap itu yaitu sebuah adegan yang penting?

T: Ya. Saya sangat sadar akan hal itu dan menganggapnya sebagai sesuatu yang penting. Apa yang ingin saya katakan adalah, anak anda membutuhkan anda untuk menawarkan pola teladan yang jelas. Hal tersebut juga ada di dalam kebudayaan Eropa, contohnya saja, dalam kehidupan kampus, kekerabatan antara anda dengan senior dan bau kencur anda. Di masa lalu, bahkan mendera dengan pecutan pun juga diterima sebagai salah satu caranya. Di mata orang-orang modern, yang mengganti tindakan-tindakan tersebut dengan istilah “kekerasan fisik,” masih ada juga tindakan-tindakan kecil yang sudah bisa dikategorikan sebagai kekerasan yang disengaja.

Oleh karenanya, saya pikir masih boleh untuk menampilkan adegan fisik semacam itu dalam karya drama atau fiksi, alasannya seseorang cepat atau lambat kelak harus berhadapan denagn situasi dimana mereka harus mengatasi rasa sakit mereka sendiri.
―Tentang abjad Char, bila kita bisa menganggap bahwa tokoh ini terinspirasi oleh Red Baron 1 dari sejarah Perang Dunia I, poin-poin mana saja yang anda jadikan sebagai referensi?
T: Dulu, tentu saja, saya menggunakannya sebagai rujukan saya. Masalahnya adalah, sehabis mendalami karir militer seorang Red Baron, anda menyadari bahwa sebagus apapun jasa seorang pilot, seorang tentara, sehebat apapun dirinya, intinya tidak punya efek penting dalam keseluruhan aspek dari sebuah perang.
Inilah yang saya pelajari wacana masa-masa itu melalui penelitian Perang Dunia I. Hal semacam 'jiwa ksatria' masih ada tersisa pada masa itu, dan baik Prussia maupun Blok Sekutu juga sangat menghormati para tentara. Namun, rasa hormat tersebut hilang seiring semakin panjangnya perang sipil Eropa yang juga berlangsung pada dikala sejarah militer tersebut.

Saya ingin memasukkan persoalan ini (ke dalam diri Char) pada dikala ingin mengadopsi (Red Baron) ke dalam tokoh saya. Bukankah menggabungkan sesuatu yang serupa dengan (1) kekerabatan antara Prussia, Prancis, dan Kerajaan Inggris dengan (2) Red Baron di tengah-tengah semangat orang-orang masa kemudian akan membuat perang tersebut menjadi tidak semakin berkepanjangan? Ini yang ingin saya coba untuk tunjukkan.

Ini yaitu sesuatu yang sesungguhnya saya ingin bilang lebih kepada orang-orang yang ada di lingkup kebudayaan Kristianitas, alasannya orang-orang Jepang sendiri tidak bisa melihatnya (karena budayanya berbeda). Mereka (orang-orang yang ada di lingkup kebudayaan Eropa) tidak menyadarinya. sama sekali. Mereka bersikap "tak ada bedanya", hingga di titik yang bisa membuat saya tersinggung. Latar belakang menyerupai ini yang sering kali membuat saya sering makan hati, ketika orang-orang memperlakukan Gundam sebagai anime wacana robot yang biasa sama menyerupai yang lain.
―Terakhir, serial Gundam sendiri mempunyai fans di seluruh dunia. Silahkan kirimkan pesan kepada para fans gres dan usang anda di seluruh dunia.

T: Jika ada di antara kalian yang mulai berpikir wacana sesuatu atau banyak hal alasannya Gundam, ini saatnya untuk lepas dari semua itu. Dan bila anda masih tidak sanggup menemukan jawabannya, lemparkan pertanyaan itu pada generasi penerus anda dan cobalah temukan jawabannya dari usaha mereka. Itu yaitu insan berilmu balig cukup akal yang ingin kita tuju atau menjadi.

Saya pikir bahwa generasi masa depan, yaitu para belum dewasa kita, akan tahu mengapa Gundam digambarkan dengan cara yang sama terus dan terus menerus, hingga mereka akan melihat sesuatu yang menyerupai mirip batasan-batasan yang insan buat di dalamnya. Saya ingin anda menembus batasan-batasan tersebut. Gundam terus berjuang keras selama serial-serialnya untuk menembus batasan itu. Saya akan sangat beryukur bila kalian semua bisa mempunyai pandangan semacam ini juga.

Interview Dengan Yoshiyuki Tomino, Sang Pencipta Gundam